BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang Masalah
Kebudayaan daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan
Nasional. Hal itu merupakan landasan utama untuk menunjukan jati diri Bangsa
Indonesia. Berbagai macam tradisi budaya yang dimiliki Nusantara ini sangat
beragam bentuknya, mulai dari budaya tradisi Ngaben di Bali, Sekaten di
Yogyakarta, upacara Kasada di Bromo, dan budaya Manten Kucing di Tulungagung.
Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap
masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Sehingga dengan budaya, dapat
membedakan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Disetiap
masyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas masing-masing yang
berbeda, seperti Manten Kucing dari Tulungagung yang di dalamnya terdapat
ritual pernikahan antara kucing jantan dengan kucing betina.
Selanjutnya, observasi ini dilakukan
untuk mengetahui lebih jauh mengenai
budaya Manten Kucing yang terjadi di daerah Tulungagung Jawa Timur.
Dengan penelitian ini, kami ingin menguraikan tentang budaya Manten Kucing yang
dilestarikan oleh masyarakat Desa Palem Tulungagung.
B.
Rumusan Masalah :
1. Apakah budaya manten kucing itu?
2. Siapakah yang melakukan budaya
manten kucing?
3. Apa dampak dari budaya manten kucing
itu?
4. Bagaimana proses dari budaya manten
kucing?
C.
Tujuan :
1. Mengetahui kebudayaan manten kucing.
2. Mengetahui siapa saja yang melakukan
budaya manten kucing.
3. Mengetahui dampak dari pelaksanaan
budaya manten kucing.
4. Mengetahui proses dari pelaksanaan
budaya manten kucing.
BAB II
KAJIAN TEORI
1.
Devinisi Kebudayaan
Kebudayaan atau yang disebut peradaban mengandung pengertian
yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari
anggota masyarakat. Para ahli sudah banyak yang menyelidiki berbagai kebudayaan.
Dari hasil penyelidikan tersebut timbul
dua pemikiran tentang munculnya suatu
kebudayaan atau peradaban. Pertama anggapan bahwa adanya hukum atau kebudayaan
disebabkan oleh tindakan besar yang menuju kepada perbuatan yang sama dan
penyebabnya yang sama. Kedua anggapan bahwa tingkat kebudayaan atau peradaban
muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil evaluasi masing-masing
proses sejarahnya (1).
Kebudayaan berasal dari kata budaya. Budaya diserap dari
bahasa sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari Buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat
diartikan segala hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama
artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang
arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah
tanah dan merubah alam (2).
Menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (3).
1M. Munandar Soelaeman, Ilmu
Budaya Dasar, (Bandung: PT. Revika Aditama, 2010), hlm. 19
2SoerjonoSoekamto,Sosiologi
Suatu Pengantar,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 150
3Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta,2002), hlm. 180
Seorang antropolog lain,
yaitu E.B.Taylor (1871) mendefinisikan kebudayaan (terjemahannya(4) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan ang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi(5) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
(Soerjono Soekanto, 2007).
2.
WUJUD
KEBUDAYAAN
J.J. Honigmann dalam The World of Man
menyebutkan tiga gejala kebudayaan yaitu (1) ideas (2) activition (3)
artifacts. Hal ini selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut(6):
- Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan, dsb. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujd dari kebudayaan ini kadang dapat kita temukan dalam bentuk karangan atau tulisan. Gagasan yang telah ada saling berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem budaya (cultural system). Nama lain untuk wujud kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat (jamak).
- Wujud kebudayaan ini disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul, dsb. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan di sekitar kita dan bersifat konkret sehingga dapat diobservasi, difoto, serta didokumentasikan.
- Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya seluruh manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan.
4 Dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture,
(New York; Brentano’s, 1924), hlm.1
5Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, hlm. 113
6Koentjoroningrat, op.cit., hlm.186
Ketiga wujud dari kebudayaan yang
terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisahkan satu
sama lain. Kebudayaan ideal dan adat isiadat mengatur dan memberikan arah
kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran, ide maupun tindakan dan karya
manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Begitu juga sebaliknya,
kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama
makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola
perbuatan dan cara berpikirnya(7).
3. ADAT
ISTIADAT
1.
Sistem nilai
budaya, pandangan hidup, dan ideologi.
Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi
merupakan tingkat tertinggi dan paling abstrak dalam adat istiadat. Hal ini
disebabkan karena nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai pikiran
masyarakat tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam
hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan
orientasi kepada kehidupan masyarakat tadi. Nilai budaya bersifat umum dan
memiliki ruang lingkup yang sangat luas, biasanya sulit diterangkan secara
nyata dan rasional. Nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat
diganti dengan nilai-nilai yang lain dalam waktu singkat karena nilai-nilai
tersebut telah berakar dalam alam jiwa masyarakat tersebut(8).
Kluckhohn dan istrinya F. Kluckhohn
menyatakan bahwa tiap nilai budaya dalam tiap kebudayaan meliputi lima masalah
dasar dalam kehidupan manusia. Masalah tersebut antara lain(9):
7Ibid. hlm. 188
8Ibid.hlm. 190
9Ibid. hlm. 191
1.
Masalah
tentang hakekat dari hidup manusia (MH)
2.
Masalah
tentang hakekat dari karya manusia (MK)
3.
Masalah
tentang hakekat dari kedudukan menusia dalam ruang waktu (MW)
4.
Masalah
tentang hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar (MA)
5.
Masalah
tentang hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM)
Tabel 1:
Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan
orientasi nilai-budaya manusia(10).
Masalah
dasar dalam hidup
|
Orientasi
nilai-budaya
|
||
Hakekat hidup (MH)
|
hidup itu
buruk
|
hidup itu
baik
|
hidup itu
buruk dan manusia wajib berihtiar supaya hidup lebih baik
|
Hakekat karya (MK)
|
karya
untuk nafkah hidup
|
karya
untuk kedudukan, kehormatan, dsb
|
karya
untuk menambah karya
|
Persepsi manusia tentang waktu
(MW)
|
orientasi
masa kini
|
orientasi
masa lalu
|
orientasi
masa depan
|
Pandangan manusia terhadap alam
(MA)
|
manusia
tunduk kepada alam yang dahsyat
|
manusia
berusaha menjaga keselarasan dengan alam
|
manusia
berhasrat untuk menguasai alam
|
Hakekat hubungan antara manusia
dengan sesamanya (MM)
|
orientasi
horizontal, rasa ketergantungan terhadap sesama
|
orientasi
vertikal, rasa ketergantungan terhadap tokoh-tokoh atasan dan berpangkat
|
individualisme,
menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri
|
10Ibid. hlm. 194
Suatu sistem budaya berupa pandangan
hidup (world view), biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang
dianut suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu atau
golongn-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, sistem nilai merupakan
pedoman mayoritas masyarakat sedangkan pandangan hidup dianut oleh
golongan-golongan atau lebih sempit lagi yaitu individu-individu khusus dalam
masyarakat(11).
Sistem nilai budaya yang
berorientasi pada lima masalah pokok ini dapat dikembangkan dan dijabarkan
menjadi beberapa pokok bahasan Ilmu Budaya Dasar seperti manusia dan kebutuhan,
kebudayaan dan peradaban, sistem nilai budaya, perubahan sistem nilai budaya,
keluarga sehat dan sejahtera, kelompok social budaya, manusia dan lain
sebagainya(12).
2.
Adat
istiadat, norma, dan hukum
Norma adalah aturan untuk bertindak dan bersifat
khusus, disusun secara terperinci, jelas, tegas, dan tidak meragukan. Norma ini
dapat digolongkan menurut pranata-pranata sehingga dan norma-norma ilmiah,
pendidikan, politik, peradilan, ekonomi, estetik, keagamaan, dan sebagainya(13).
Norma-norma yang ada dalam pranata maupun sub-pranata saling berkaitan dan
menjadi suatu sistem yang terintegrasi. Sistem ini berdekatan dengan pranata
lain yang lebih luas dan disebut unsur-unsur kebudayaan universal. Sistem norma
seperti ini biasanya difahami oleh individu-individu tertentu saja yang disebut
ahli adat. Semakin kompleks suatu pranata, ahli adat yang dibutuhkan
untuk menjelaskan sitem norma kepada masyarkat semakin banyak. Tingkat mengikat
suatu norma terhadap kehidupan manusia berbeda-beda dan yang paling berat
disebut dengan hukum. Hukum bersifat memaksa(14).
.
11Ibid. hlm. 193
12Abdulkadir Muhammad, Ilmu
Sosial Dan Budaya Dasar, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2005), hlm. 84
13Koentjoroningrat, op.cit., hlm. 195
14Ibid, hlm. 196
4. Unsur-Unsur Kebudayaan
Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals,
yaitu:(15)
1.
Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia ( pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat
produksi, transport dan sebagainya).
2.
Mata pencaharian hidup dan
sistem-sistem ekonomi ( pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem
distribusi dan sebagainya ).
3.
Sistem kemasyarakatan ( sistem
kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, system perkawinan).
4.
Bahasa ( lisan maupun tertulis).
5.
Kesenian ( seni rupa, seni suara,
seni gerak, dan sebagainya).
6.
Sistem pengetahuan.
7.
Religi ( sistem kepercayaan).
- KEBUDAYAAN DAN KERANGKA TEORI TINDAKAN
Pandangan menyeluruh tentang
konsep-konsep kebudayaan yang telah diuraikan sebelumnya dimantapkan oleh sejumlah
ahli ilmu sosial sehingga terbentuk kerangka teori tindakan. Mereka menganggap
bahwa kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Adapun empat komponen
dalam menganalisa kebudayaan antara lain:(16)
1.
Sistem
budaya (culturan system)
Komponen ini bersifat paling
abstrak, terdiri atas pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema
berpikir, keyakinan. Disebut sebagai adat-istiadat dan berfungsi untuk menata
serta memantapkan tindakan-tindakn serta tingkah laku manusia(17).
15Soerjono
Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007), hlm. 154
16Koentjoroningrat, op.cit., hlm. 220
17Ibid, hlm. 221
2.
Sistem
sosial (social system)
Berupa aktivitas atau tindakan serta
tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar individu. Komponen ini bersifat
lebih konkrit dari pada sistem budaya.
3.
Sistem
kepribadian (personality system)
Kepribadian individu dipengaruhi
oleh nilai-nilai dan norma dalam sistem budaya. Berfungsi untuk memberikan
motivasi dari tindakan sosial.
4.
Sistem
organisma (organic system)
Sebagai pelengkap sistem sebelumnya,
mengikut sertakan proses biologis dan biokimia manusia sebagai makluk alamiah(18).
5.
Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Hasil karya manusia masyarakat melahirkan teknologi atau
kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama didalam melindungi
masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Adapun fungsi dari unsur kebudayaan
yang ada dalam masyarakat untuk memuaskan hasrat naluri kebutuhan hidup mahluk hidup
manusia. Dengan demikian unsur kesenian, misalnya berfungsi memuaskan hasrat
naluri manusia akan keindahan. Unsur sistem pengetahuan berfungsi memuaskan
hasrat naluri untuk tahu(19).
18Ibid, hlm. 222
19Ibid, hlm. 215
6.
Sifat Hakikat Kebudayaan
Sifat hakikat kebudayaan antara lain :(20)
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan
lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu
mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya
usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia
dan diwujudkan tingkah lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan
yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak
tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan,
tetapi apabila seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial
terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada didalamnya,
yakni sebagai berikut :(21)
1. Didalam pengalaman manusia,
kebudayaan bersifat universal, akan tetapi perwujudan manusia kebudayaan
mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2. Kebudayaan bersifat stabil.
Disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang
continue.
3. Kebudayaan mengisi serta menentukan
jalannya kehidupan manusia walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu
sendiri.
20Soerjono Soekanto,Sosiologi
Suatu Pengantar,(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2007), hlm. 160
21Ibid, hlm. 160,161
BAB III
HASIL
PENELITIAN
A.
Daerah
Observasi ini dilakukan di daerah kabupaten Tulungagung
tepatnya di desa Pakel Rt.02 Rw.02 Kabupaten Tulungagung dan disekitar Pendopo
Tulungagung pada tanggal 07 sampai 08 april 2012. Kabupaten Tulungagung adalah
suatu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. beribukota di
Kecamatan Tulungagung, yang terletak tepat di tengah Tulungagung.
B.
Kebudayaan
b.1
Tradisi Manten Kucing
Manten kucing merupakan budaya khas dari daerah Tulungagung.
Tradisi manten kucing ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap
dilestarikan sampai sekarang. Tradisi tersebut pertama kali muncul di Desa
Palem, Kabupaten Tulungagung. Budaya manten kucing yaitu menikahkan kucing
jantan dan kucing betina sebagai sarana untuk mendatangkan hujan (wawancara
subjek 1 dan 2 tgl 1 08 april 2012).
Namun dewasa ini tradisi manten kucing tidak hanya dilakukan
sebagai sarana untuk meminta hujan saja tetapi tradisi ini juga dilakukan untuk
memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi manten kucing yang dilakukan untuk
memperingati hari jadi Tulungagung ini dilakukan di Pendopo Bupati Tulungagung
yang terletak di depan alun-alun kabupaten Tulungagung (gambar 1), dan
dilaksanakan sejak tahun yang lalu tepat
hari jadi kabupaten Tulungagung (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april
2012). Budaya Manten Kucing ini hanya terdapat di Tulungagung dan tidak terjadi
di daerah-daerah lainnya (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012).
b.2 Pelaku Budaya
Manten Kucing
Pada awalnya budaya manten kucing ini hanya dilakukan oleh warga
masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung, yang khusus dilakukan sebagai
upaya agar turun hujan saat musim kemarau panjang (wawancara subjek 1 dan
subjek 2 tgl 08 april 2012). Masyarakat yang melakukan tradisi manten kucing
ini berasal dari suku jawa dan mayoritas besar masyarakatnya beragama islam.
Mata pencaharian masyarakat ini pada umumnya yaitu bertani, terutama daerah
pinggiran, sedangkan daerah yang bukan daerah pinggiran rata-rata berbisnis
marmer (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Yang melakukan ritual Manten
Kucing adalah para sesepuh Desa Pelem baik laki-laki maupun perempuan yang
sudah tua dan berpengalaman. Dan yang membawa atau menggendong sepasang kucing
tersebut adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih perjaka dan
masih gadis. Sedangkan masyarakat lainnya seperti orang dewasa, para remaja dan
anak-anak hanya turut menyaksikan dan mengarak pengantin kucing saja (wawancara
subjek 2 tgl 08 april 2012).
Namun pada zaman sekarang ini, budaya Manten Kucing tidak
hanya dilakukan oleh warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung sebagai
upaya agar turun hujan, tetapi budaya Manten Kucing ini dilakukan oleh seluruh
masyarakat Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung (wawancara
subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Bahkan Pemerintah Tulungagung juga
ikut andil dalam pelaksanaan budaya manten kucing ini (wawancara subjek 1 tgl
08 april 2012). Baik laki-laki maupun perempuan dari segala usia, baik
dari kalangan bawah, kalangan menengah
atau kalangan atas semuanya turut serta memeriahkan budaya Manten Kucing.
Tetapi yang melaksakan ritual Manten kucing tersebut tetap para sesepuh desa,
di Tulungagung setiap desa memiliki sesepuh masing-masing. Sedangkan yang lainnya seperti anak-anak,
remaja dan masyarakat lainnya hanya menyaksikan dan ikut mengarak dua kucing
tersebut (wawancara subjek 1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Adapun dari
kalangan priyayi tidak turut melaksanakan budaya tersebut karena budaya
tersebut dianggap musyrik (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Ada juga dari
kalangan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) yang turut tidak mendukung budaya ini
(wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
b.3 Dampak Budaya Manten Kucing
Adapun dampak positif dan dampak negatif dari budaya Manten
Kucing, yaitu:
Dampak positif (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012):
1.
Terjalin kerukunan dan ketereratan
antarwarga Tulungagung.
2.
Tulungagung mempunyai asset budaya
yang khas dari daerahnya sendiri.
3.
Tulungagung menjadi objek wisata
lokal bagi masyarakatnya sendiri.
Dampak
negatif:
Sebagian kalangan (priyayi dan MUI) ada yang menganggap
tradisi Manten Kucing adalah perbuatan yang musyrik dengan alasan jika
masyarakat ingin meminta hujan mengapa masyarakat tidak melakukan sholat
istisqo’ saja yang memang sholat istisqo’ tersebut dikhususkan untuk meminta
hujan kepada Allah SWT dan mengapa yang dilakukan malah menikahkan kucing
(wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012). Perbuatan menikahkan kucing ini
dianggap syirik oleh sebagian pendapat karena dianggap tidak etis menikahkan
kucing untuk meminta hujan (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012).
b.4 Proses Budaya Manten Kucing
Pertama yang harus dilakukan adalah mencari seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang masih perjaka dan masih gadis, fungsinya
sepasang laki-laki dan perempuan tersebut untuk menggendong atau membawa
sepasang kucing jantan dan kucing betina yang akan dinikahkan, kucing jantan
digendong atau dibawa oleh laki-laki perjaka sedangkan kucing betina digendong
atau dibawa oleh perempuan tersebut (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
Sepasang kucing tersebut dirias seperti pengantin, demikian juga sepasang
laki-laki dan perempuan yang menggendong sepasang kucing tersebut, juga dirias
seperti pengantin dan menggunakan setelan kebaya pengantin (wawancara subjek 1
tgl 08 april 2012). Kemudian penganten kucing tersebut diarak keliling
Tulungagung, apabila dilaksanakan di Desa Palem maka diarak mengelilingi desa
atau kampung wawancara subjek 1 dan subjek 2 08 april 2012). Setelah diarak, penganten kucing kembali lagi
ke lokasi pelaminan. Kemudian Sepasang laki-laki dan perempuan yang membawa
kucing, duduk bersanding di kursi pelaminan. Sementara dua Manten Kucing berada
dipangkuan kedua laki-laki dan wanita yang mengenakan pakaian pengantin itu
(wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012). Upacara pernikahan dilakukandengan
pembacaan doa-doa jawa yang dilakukan oleh para sesepuh desa (wawancara subjek
1 dan subjek 2 tgl 08 april 2012). Pembacaan doa juga diselingi dengan
sholawatan dan permainan gamelan. Prosesi yang terakhir yaitu memandikan kucing
dengan air terjun yang berasal dari Desa Palem. Meskipun prosesi dilakukan di
Pendopo air yang digunakan untuk memandikan sepasang kucing tersebut tetap air
terjun yang berasal dari Desa Palem (wawancara subjek 2 tgl 08 april 2012).
Pada saat dilakukan di dalam Pendopo, ritual pernikahan
kucing dilakukan secara tertutup. Jadi yang mengetahui sesi ritual itu hanya
sesepuh dan orang-orang yang berkepentingan saja. Sedangkan masyarakat lainnya
menunggu diluar Pendopo sampai selesainya pernikahan sepasang kucing tersebut.
Di depan Pendopo ditancapkan beberapa lidi yang diatas lidi tersebut terdapat
beberapa cabe (wawancara subjek 1 tgl 08 april 2012) .
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan di lapangan, penulis mencoba melakukan penggabungan antara kajian
teori dan fakta-fakta budaya yang terjadi di lapangan. Dengan menggunakan metode observasi
ini, penulis dapat menyingkap sedikit fenomena budaya yang sudah mengakar kuat di Tulungagung yakni
budaya atau tradisi Manten Kucing.
Budaya Manten Kucing
merupakan fenomena pernikahan hewan
berupa kucing jantan dan kucing betina yang dilakukan sebagai sarana untuk
mendatangkan hujan. Objek dari observasi ini adalah masyarakat Tulungagung yang
melakukan dan melestarikan budaya Manten Kucing ini. Budaya ini telah ada sejak
zaman dahulu kala yang terus dilestarikan oleh tiap generasi. Seiring dengan
perkembangan zaman budaya Manten Kucing ini juga dilakukan untuk memperingati
hari jadi Tulungagung.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam budaya
Manten Kucing ini, kita dapat menemukan gagasan–gagasan yang terdapat dalam
doa-doa jawa yang digunakan untuk menikahkan sepasang kucing tersebut, juga
gagasan berupa kepercayaan akan turunnya hujan ketika melakukan ritual Manten
Kucing tersebut. Tindakan berupa proses tradisi
yaitu mengarak sepasang kucing beserta sepasang laki-laki dan perempuan
yang menggendongnya, menikahkan dengan meletakkan sepasang kucing tersebut di
pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya secara
berdampingan, memandikan sepasang kucing tersebut dan permainan gamelan yang
mengiringi proses pernikahan sepasang kucing tersebut dan keseluruhan proses
tersebut adalah hasil karya manusia yang diperoleh dari proses kebiasaan atau
belajar.
Menurut JJ Honnigman, terdapat tiga
wujud dari kebudayaan yaitu ideas, activition, dan artifacts. Ketiga wujud ini dapat
kita temukan pada budaya Manten Kucing yaitu sebagai berikut:
1.
Kebudayaan
merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma,
peraturan-peraturan. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi
bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari kebudayaan
ini kita temukan dalam doa-doa jawa yang dikumandangkan oleh sesepuh untuk
menikahkan sepasang kucing tersebut. Selain itu juga terdapat gagasan bahwa
jika melakukan ritual tersebut maka akan turun hujan.
2.
Wujud kebudayaan yang kedua yaitu activition
disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola
tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul. Rangkaian
aktivitas ini dapat kita temukan dalam budaya Manten Kucing berupa pengarakan
sepasang kucing jantan dan betina beserta sepasang laki-laki dan perempuan yang
menggendongnya, menikahkan sepasang kucing tersebut dengan meletakkan sepasang
kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang
menggendongnya secara berdampingan, kemudian memandikan sepasang kucing
tersebut serta permainan gamelan untuk mengiringi prosesi pernikahan.
3.
Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut
sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari
aktivitas, perbuatan dan hasil karya manusia. Bersifat paling konkrit dari pada
dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan. Kebudayaan fisik pada
prosesi Manten Kucing adalah alat-alat gamelan yang digunakan untuk memainkan
gamelan pada saat prosesi pernikahan sepasang kucing tersebut, aksesoris yang
dikenakan kucing pada saat menikah, baju pengantin atau kebaya yang digunakan
sepasang laki-laki dan perempuan untuk menggendong kucing.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
KESIMPULAN
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan,
tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Salah satu bentuk kebudayaan yang
ada di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa daerah Tulungagung yaitu budaya
Manten Kucing. Tradisi ini telah lama berkembang di daerah Tulungagung dan
menjadi sebuah ciri khas budaya tersebut.
Dari penjabaran diatas kita dapat mengetahui bahwa budaya
khas yang terdapat di Tulungagung adalah budaya atau tradisi Manten Kucing.
Budaya Manten Kucing ini berasal dari Desa Palem Kabupaten Tulungagung dan
tetap dilestarikan sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan sebagai upaya
mendatangkan hujan. Dan mulai sejak tahun lalu tradisi ini dilakukan di Pendopo
Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi ini sempat menuai
protes dari MUI (Majelis Ulama’ Indonesia ) karena perbuatan ini dianggap
musyrik. Hasil dari protes itu kemungkinan besar tradisi Manten Kucing tidak
akan lagi dilakukan di Pendopo Kabupaten Tulungagung, melainkan budaya Manten
Kucing tersebut akan dikembalikan lagi kepada Desa Palem dan dilaksanakan oleh
warga Desa Palem.
2.
SARAN
Kebudayaan Manten Kucing termasuk
kebudayaan yang sangat unik dan langka namun belum begitu terkenal di kancah
budaya Indonesia oleh karena itu, Pemerintah yaitu dinas pariwisata dapat
menjadikan seni ini sebagai salah satu aset budaya untuk pengembangan potensi
daerah. Bekerjasama dengan bidang-bidang lain, misalnya ahli teknologi
informasi untuk mempublikasikan keberadaan traidisi ini kepada dunia luar baik
di Indonesia sendiri maupun untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung
ke Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjoroningrat. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2002
Muhammad, Abdulkadir. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti,2005
Soelaeman, Munandar. Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2010
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,2007